Followers

Selasa, 03 November 2009

Teknik Menulis Artikel

Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Itu sebabnya, jika Anda tertarik untuk terjun ke dunia kepenulisan, syarat utamanya adalah harus merajinkan dan membiasakan diri untuk membaca. Membaca apa saja yang bisa dibaca. Insya Allah, dengan banyak membaca akan sangat menumpuk ide yang bisa dijadikan sebagai bahan tulisan. Khusus dalam pembahasan ini (dan yang paling sering ditulis) adalah menulis artikel.
Artikel sendiri bisa berarti karya tulis seperti berita atau esai. Esai adalah karangan prosa (bukan menggunakan kaidah puisi) yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Itu sebabnya, artikel di media massa itu bertaburan data-data teknis, tapi lebih ke arah pemaparan sepintas lalu dan itu murni pendapat pribadi penulisnya setelah membaca pendapat lain dari begitu banyak karya yang telah dibacanya. Nah, bagaimana memulainya? Ada beberapa tips sederhana yang bisa dicoba:
Memilih topik
Memilih topik sebenarnya tidaklah terlalu sulit. Hanya saja, bagi penulis pemula memilih topik sama beratnya dengan membuat judul atau isi tulisan. Padahal, tema atau topik yang bisa diangkat menjadi tulisan begitu banyak dan mudah kita dapatnya. Coba cari yang dekat dengan kita deh. Tanya teman kanan-kiri, nguping dari sana-sini. Atau bisa juga baca koran pagi ini, cari berita yang menarik. Setelah dapat, Anda bisa menulis ulang dengan sudut pandang Anda. Misalnya, judul berita yang Anda ambil adalah perilaku seks bebas remaja. Setelah baca berita itu, dari mulai fakta dan arahnya ke mana, Anda bisa bikin ulang dengan pengembangan yang Anda suka, dengan cara Anda sendiri. Anggap saja misalnya Anda sebagai wartawan yang menyelidiki kasus itu. Andi bisa ubah dengan versi baru tentang penyelidikan kasus seks bebas di kalangan remaja. Sebagai latihan aja kan? Mungkin kok. Coba deh!
Meski demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih topik:
1) Cari yang sedang menjadi tren.
2) Atau bisa juga kita menciptakan tren.
3) Pilih yang dekat dengan kebanyakan sasaran pembaca kita.
4) Hindari topik yang tidak kita kuasai atau menimbulkan polemik yang tak perlu.
5) Biasakan berlatih mengikuti peristiwa yang berkembang untuk bahan tulisan.
Membuat kerangka tulisan
Ada baiknya memang membuat kerangka tulisan. Dalam bahasa kerennya, Anda perlu membuat outline. Alasannya, kerangka tulisan berguna untuk membatasi apa yang harus kita tulis. Ibarat Pak Tani yang akan menggarap sawah, ia harus menentukan batas garapannya. Supaya tak melebar kemana-mana, apalagi sampe ngambil jatah orang.
Dengan membuat kerangka tulisan, kita akan mudah untuk menentukan maksud dan arah tulisan. Bahkan kita juga bisa berhemat dengan kata-kata, termasuk pandai memilih kosa kata yang pas untuk alur tulisan kita. Beberapa panduan untuk membuat kerangka tulisan:
1) Paparkan fakta-fakta seputar tema yang akan kita bahas.
2) Lakukan penilaian atas fakta-fakta itu. Sudut pandang rasional dan syariat.
3) Kumpulkan bahan-bahan pendukung argumentasi kita.
4) Kesimpulan.
Menabung kosa kata
Untuk menjadi penulis, bolehlah kita mencoba untuk menabung kosa kata. Mengumpulkan setiap hari lima saja. Maka dalam sebulan kita punya tabungan kosa kata sekitar 150 buah. Banyak bukan? Kosa kata itu cukup untuk memoles tulisan yang kita buat. Sebab, menulis adalah keterampilan mengolah data-data dalam suatu rangkaian kata. Ibarat kita mau membangun rumah, batu-bata sudah siap, semen dan pasir udah banyak, batu untuk pondasi udah menumpuk. Begitupun dengan kayu, bambu, cat, keramik dan genteng, sampe yang pernik-pernik seperti paku dan instalasi listrik semua udah lengkap.
Perlu keahlian khusus tentunya untuk merangkai semua itu jadi sebuah rumah. Menata batu untuk pondasi, memasang batu-bata dan merekatkannya dengan campuran semen, kapur, dan pasir. Memasang kayu-kayu untuk jendela dan pintu. Tembok yang sudah jadi, perlu dilapisi dempul sebelum akhirnya dicat dengan warna kesukaan kita. Menyusun genteng untuk menutupi atap rumah kita. Sampe rumah itu jadi dan enak dipandang mata. Mengasyikan tentunya.
Buatlah judul yang menarik
Pembaca akan mudah tertarik untuk membaca sebuah tulisan, jika judulnya juga menarik. Anggap saja judul itu sebagai pancingan. Itu sebabnya, boleh dibilang membuat judul perlu ‘keterampilan’ khusus. Tapi jangan kaget dulu, kita bisa belajar untuk membuatnya. Hanya perlu waktu dan sedikit kerja keras dan kerja cerdas untuk terus berlatih. Yakin bisa deh.
Sebagai latihan awal, cobalah Anda sering membaca tulisan orang lain. Kalau Anda mau, coba baca majalah-majalah ibu kota yang oke mengolah kata dalam membuat judul (misalnya TEMPO, GATRA, GAMMA, dan KONTAN). Perhatikan judul-judul tulisannya. Makin banyak Anda membaca judul tulisan-tulisan tersebut, kian terasah imajinasi Anda untuk membuat judul yang menarik hasil kreasi Anda sendiri. Terus terang saya juga banyak menggali ide untuk membuat judul dari majalah-majalah tersebut (selain banyak juga dari buku-buku dan majalah lainnya).
Untuk jenis tulisan yang ngepop, buatlah judul yang pendek. Paling tidak dua sampai empat kata. Jangan sampe panjang seperti rangkaian kereta api (ini cocoknya untuk skripsi). Sebab, jika judul yang kita buat panjang--padahal tulisan ngepop--membuat orang tak tertarik untuk membacanya. Mungkin akan dilewati aja tulisan Anda tersebut. Padahal, boleh jadi isinya sangat menarik.
Judul yang menarik, tidak saja membuat orang penasaran untuk membaca tulisan Anda, tapi juga menunjukkan kelihaian kamu dalam mengolah kata-kata.
Pastikan membuat subjudul
Subjudul amat menolong kita untuk menggolongkan dan membatasi pembahasan dalam sebuah tulisan jenis artikel dan berita. Pembaca pun dibuat mudah membaca alur tulisan yang kita rangkai. Sehingga mereka terus bertahan untuk mengikuti tulisan kita sampai habis. Mereka juga akan sangat terbantu memahami apa yang kita tulis. Itu sebabnya, sub-judul menjadi begitu penting dalam sebuah tulisan.
Subjudul dalam sebuah tulisan, juga berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam membaca. Kita juga jadi ada nafas baru untuk menyegarkan kembali tulisan yang akan kita buat. Jadi, berlatihlah untuk membagi alur dengan tanpa memenggal rangkaian dari inti tulisan kita. Itu sebabnya, membuat subjudul adalah solusi paling jitu untuk membagi alur.
Lead menggoda
Lead, alias teras berita adalah sebuah tulisan pembuka yang menjadi titik penting bagi pembaca. Lead yang menarik, sangat boleh jadi akan merangsang pembaca untuk terus membaca isi berita atau artikel yang kita buat. Jika lead-nya kurang menarik, pembaca akan mengucapkan “wassalam” saja. Mereka merasa cukup membaca sebatas judul, atau satu kalimat atau alinea di depan yang tak menarik itu. Jadi, perlu mendapat perhatian juga supaya tulisan yang kita buat mampu menggoda pembaca untuk melanjutkan bacaannya. Boleh dibilang selain judul, lead adalah jajanan yang ‘wajib’ memikat hati pembaca. Itu sebabnya, lead menjadi begitu penting, meski tidak pokok tentunya.
Nah, sekarang, cobalah berlatih menulis artikel ini. Oke?[]

PEMBELAJARAN BERWAWASAN MASYARAKAT

Pemikiran Tokoh Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
Manusia sebagai mahkluk yang mempunyai rasa keingintahuan tentang segala hal melahirkan proses pembelajaran. Sehingga seiring perkembangan menciptakan teori-teori dan pandangan tentang proses belajar mengajar dalam pembelajaran. Pandangan yang pertama adalah :
Pandangan kritik sosial dalam pembelajaran atau Teori Belajar Humanistik, yaitu proses belajar harus dimulai an ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Pelopornya adalah Jurgen Habermas. Teori ini lebih bersifat abstrak atau bisa dikatakan mengkaji bidang filsafat. Teori ini banyak membicarakan tentang pembentukan diri. Belajar untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh manusia atau konsep untuk membentuk manusia yang dicita-citakan.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausbel (Rene: 1996). Pandangannya tentang belajar bermakna atau meaningful learning, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motifasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar. Banyak tokoh dalam aliran humanistik, diantaranya ialah
1. Kolb (Rene: 1996) yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”,
2. Honey dan Mumford dengan pembagian macam-macam siswa,
3. Hubermas dengan “Tiga Macam Tipe Belajar, serta
4. Bloom dan Krathwahl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom.
1. Pandangan Kolb :
Menurut pandangan ini, belajar dibagi menjadi empat tahap :
1. Tahap Pengalaman Kongkret
2. Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
3. Tahap Konseptualitas
4. Tahap Eksperimentasi Aktif
2. Pandangan Honey dan Mumford
Menggolongkan kelompok belajar menjadi empat macam :
1. Kelompok Aktivis
2. Kelompok Reflektor
3. Kelompok Teoris
4. Kelompok Pragmatis
Masing-masing kelompok mempunyai karateristik yang berbeda-beda.
3. Pandangan Hubermas
Pandangan ini berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Yaitu :
1. Belajar Teknis
2. Belajar Praktis
3. Belajar Emansipatoris
4. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran.
Kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan memperhatikan segala aspek akan membuat belajar lebih bermakna sehingga menambah pengalaman belajar bagi para siswa. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistic dapat digunakan sebagai acuan. Langkah-langkah tersebut yaitu :
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menentukan materi pembelajaran
3. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri dalam belajar
5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
6. Membimbing siswa belajar secara aktif
7. Membimbing siswa untuk memahami hakikat atau makna dari pengalaman belajar
8. Membimbing siswa dalam membuat koseptualitas pengalaman belajarnya
9. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke dalam situasi nyata
10. Mengevaluasikan proses dan hasil belajar
Pandangan yang kedua adalah Pandangan Progresif dalam pembelajaran, yaitu peserta didik dipandang sebagai orang yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi terhadap masyarakat.
Menurut Dewey, terdapat tiga tingkatan kegiatan yang biasa dipergunakan sekolah. Yaitu : Tingkatan pertama, untuk anak pada pendidikan pra sekolah; Tingkatan kedua, penggunakan bahan belajar yang bersumber dari lingkungan; Tingkatan ketiga, anak menemukan ide-ide atau gagasan, mengujinya dan menggunakan ide-ide atau gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan yang sama. Pandangan progresif memilki cara pandang berbeda dengan pendidikan tradisional, dalam hal :
1. Guru memiliki kendali dalam pembelajaran
2. Hanya percaya bahwa buku sebagai satu-satunya sumber informasi
3. Belajar yang pasif dan cenderung tidak faktual
4. Memisahkan sekolah dengan masyarakat
5. Menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan disiplin
Pendidikan progresif mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah
2. Minat dan pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baik untuk belajar
3. Guru memiliki peran sebagai nara sumber dan pembimbing kegiatan belajar
4. Mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga, dan
5. Sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.
Pandangan ketiga adalah Pandangan Sosiokultural Konstruktifis dalam Pendidikan, yaitu siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Revolusi kontruktif memiliki akar yang kuat dalam sejarah pendidikan yang lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky yang menekankan perubahan kognitif hanya terjadi konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Terdapat empat prinsip kunci dari teori kontruktif modern, yaitu :
1. Penekanannya dari hakikat sosial dari pembelajaran
2. Ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangannya mereka
3. Adanya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat social dari belajar dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif.
Menurut teori konstrukstif, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek. Guru memiliki peran membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Artinya guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengatahuannya sendiri.
Pandangan selanjutnya ialah Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Pendidikan. Menurut beliau, pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri agar tidka tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin. Ada beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu :
1. Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya
2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai
3. aDat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis)
4. Untuk mengetahui karateristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan dating pada masyarakat tersebut
5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena pergaulan antar bangsa.
Ruang Lingkup Kebudayaan Dalam Pendidikan
Menurut Tylor (1871) kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. J.J. Honningman membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan, yaitu : Ideas, Activities dan Artifacts. Sedangkan Koentjaraningrat (1996) membedakan kebudayaan dengan empat wujud, yaitu : Artifact, Sistem tingkah laku dan tidakan berpola, Sistem gagasan, dan Sistem ideologis.
Unsur-unsur pokok kebudayaan dibagi 4, ini menurut Melville J. Herskovits, yaitu :
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga, dan
4. Kekuasaan politik.
Sedangkan menurut Malinowski, unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut :
1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
4. Organisasi kekuatan
C. Kluckhohn (1953) menyebutkan unsur-unsur kebudayaan ini secara universal terdiri atas :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
3. Sistem kemasyrakatan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan, dan
7. Religi.
Pendidikan memiliki peranan sangat penting dalam perkembangan bahkan matinya kebudayaan. Keluarga digunakan sebagai lembaga dalam mewariskan kebudayaan orang dewasa kepada anak-anaknya. Selain itu pada masyarakat modern, sekolah juga merupakan salah satu lembaga utama untuk mewariskan kebudayaan
Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
Masyarakat sebagai satu sistem sosial yang di dalamnya terdapat aspek struktural, kultural, dan proses-proses sosial. Pendidikan nasional sebagai bagian dari pendidikan umat manusia harus berpartisipasi untuk bersama-sama membangun masyarakat madani. Menurut Tilaar (2000), upaya yang dilakukan dalam rangka demokratisasi pendidikan, ialah :
1. Perluasan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
2. Pendidikan untuk semua
3. Pemberdayaan dan pendayagunaan berbagai institusi masyarakat
4. Pengakuan hak-hak masyarakat termasuk pendidikan
5. Kerja sama dengan dunia usaha dan industri
Teori-teori pembelajaran yang menggunakan konsep pendidikan berbasis masyarakat, maka pembelajaran berwawasan kemasyarakatan didasarkan pada hal-hal berikut, yaitu :
1. Kebermaknaan dan kebermanfaatan bagi peserta didik
2. Pemanfaatan lingkungan dalam pembelajaran
3. Materi pembelajaran terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari dengan peserta didik
4. Masalah yang diangkat dalam pembelajaran ada kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik
5. Menekankan pada pembelajaran partisipatif yang berpusat pada peserta didik
6. Menumbuhkan kerja sama di antara peserta didik
7. Menumbuhkan kemandirian
Prinsip-prinsip pembelajaran berwawasan kemasyarakatan sebagai berikut :
1. Determinasi diri
2. Membantu dirinya sendiri
3. Mengembangkan kepemimpinan
4. Lokalisasi
5. Pelayanan terpadu
6. Menerima perbedaan
7. Belajar terus menerus

Pembelajaran Kooperatif Metode Group Investigation

Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2. Rencana Kooperatif.
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran Guru.
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) diatas.
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):
Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation
Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
Tahap II
Merencanakan tugas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
Tahap III
Membuat penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
Tahap VI
Evaluasi. Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
Terkait dengan efektivitas penggunaan metode Metode Group Investigation ini, dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas X SMA Kosgoro Kabupaten Kuningan Tahun 2009 menunjukkan bahwa:
Pertama, dalam pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
Kedua, pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
Ketiga, pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Keempat, adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Melalui pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.
Dari hasil penelitian ini pula dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, diantaranya: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, (3) siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, (4) adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

PERAN GURU

PENGENDALI yang bertanggung jawab atas kelas dan kegiatan
PENGORGANISIR mengorganisir siswa untuk melakukan berbagai kegiatan
Assessor menawarkan umpan balik & koreksi & grading dengan berbagai cara
Pembisik membantu / mendorong siswa untuk bekerja secara kreatif tidak merendahkan
PARTISIPASI bergabung dengan siswa dalam kegiatan
RESOURCE membantu dan tersedia tetapi tidak memberikan secara langsung
TUTOR membantu siswa dalam hubungan yang lebih dekat
PENGAMAT mengamati siswa, materi, dan kegiatan
YANG BERPERAN? Tergantung pada tujuan

Guru bertindak sebagai pengendali
Buat Lingkaran
bicarakan kapada siswa tentang sesuatu
Atur latihan
Contoh kualitas guru-didepan kelas
Memutuskan kapan pengumuman disampaikan
Memutuskan kapan untuk dikembalikan
Memutuskan kapan diberikan penjelasan
Memutuskan kapan guru memimpin dan menjawab pertanyaan sesi
Guru sebagai organisator
Memberikan informasi siswa
Mengatakan kepada mereka bagaimana mereka akan melakukan kegiatan
Menempatkan mereka dalam pasangan atau kelompok
Dapatkan siswa terlibat, terlibat, dan siap
Melakukan kegiatan
Mendapatkan umpan balik dari siswa mengenai aktivitas apakah mereka suka atau tidak
Guru sebagai penilai
Biarkan para siswa tahu
bagaimana dan untuk apa mereka dinilai
apa yang kita cari dan apa yang ingin dicapai
Guru sebagai prompters
Guru harus siap untuk membantu siswa ketika siswa kehilangan kata-kata yang akan digunakan dalam permainan peran.
Guru perlu mendorong siswa peka dan memberi semangat.
Guru sebagai peserta
Bergabung dalam kegiatan kelas bukan sebagai guru tetapi sebagai peserta.
Menghindari bahaya yang mendominasi proses dalam diskusi.
Guru sebagai Nara Sumber
Siap untuk membantu siswa tanpa memberikan secara langsung
Katakan kepada mereka bagaimana dan di mana mereka bisa menemukan informasi yang mereka bisa mencari sesuatu-buku atau situs web.
Mengarahkan siswa untuk menemukan arti kata-kata mereka mencari dalam kamus bahasa dengan menjelaskan maknanya.

PROFESI KEGURUAN

Profesi
Pengertian menurut Terminologi : suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental
Pengertian menurut Etimologi : Prefesion (ahli dan mampu dalam melaksanakan pekerjaan tertentu)
Tiga Pilar Profesi :
1. Pengetahuan
2. Keahlian
3. Persiapan akademik
10 Kompetensi Guru yaitu :
1. Menguasai bahan
2. Mengelola kelas
3. Menggunakan Media
4. Menguasai landasan kependidikan
5. Mengelola interaksi belajar mengajar
6. Menilai prestasi siswa untuk pengajaran
7. Menilai prestasi siswa untuk pengajaran
8. Mengelola bimbingan dan penyuluhan
9. Mengenal dan mampu menyelenggarakan administrasi sekolah
10. Menguasai prinsip-prinsip penelitian untuk pengajaran
Kompetensi, adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh Guru atau Dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

I. PENDAHULUAN
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas dan berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik / guru merupakan satu diantara sekian banyak unsure pembentuk utama calon anggota masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah daripada yang sepantasnya.
Demikian pula, sebagian orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru mereka. Di pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian peserta didik. Kesadaran umum akan besarnya tanggung jawab seorang guru serta berbagai pandangan masyarakat terhadap peranannya telah mendorong para tokoh dan ahli pendidikan untuk merumuskan ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan kualifikasi yang seharusnya dipenuhi oleh guru, sebagai pengajar guru mempunya tugas menyelenggarakan proses belajar-mengajar tugas yang mengisi porsi terbesar dari profesi keguruan ini pada garis besarnya meliputi minimal empat pokok, yaitu :
1. menguasai bahan pengajaran
2. merencanakan program belajar-mengajar
3. melaksanakan, memimpin dan mengelola proses belajar-mengajar serta,
4. menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar
Kemudian aspek-aspek apa saja yang dapat mendorong seorang guru dapat mengembangkan proses belajar mengajar? Apa indikatornya? Serta kompensasi macam apa yang dijalankan guna tercapainya proses belajar mengajar dalam upaya mengembangkan profesionalismenya?
I. LANDASAN
Profesi Keguruan, Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lainprofesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.
Suatu profesi memerlukan kompetensi khusus yaitu kemampuan dasar berupa ketrampilan menjalankan rutinitas sesuai dengan petunjuk, aturan, dan prosedur teknis. Guru memerlukan kompetensi khusus yang berkenaan dengan tugasnya. Hal itu karena pendidikan tidak terjadi secara alami, tetapi dengan disengaja (disadari). Hubungan yang sederhana dan akal sehat saja belum cukup untuk melaksanakan pengajaran yang baik. Kompetensi guru tentu saja sinkron dengan bidang tugasnya, yaitu pengajaran, bimbingan dan administrasi. Ada anggapan bahwa untuk menjadi guru tidak perlu mempelajari metode mengajar, karena kegiatan mengajar bersifat praktis dan alami, siapapun dapat mengajar asalkan memiliki pengetahuan tentang apa yang akan diajarkan. Dari pengalamannya, orang kelak akan dapat meningkatkan kualitas pengajarannya. Memang ada orang yang kebetulan dapat mengajar dengan baik tanpa mempelajari metode mengajar, tetapi ada pula yang juga kebetulan tidak dapat mengajar dengan baik karena tidak memperlajarinya. Pada dasarnya, guru-guru “kebetulan” itu bersandar kepada pengalaman pribadinya di dalam mengajar. Pada dasrnya pula, metodologi pengajaran merupakan hasil pengkajian dan pengujian terhadap pengalaman yang tidak lagi kebetulan, tetapi pengalaman yang mempunyai kebenaran berdasarkan metode ilmiah. Dengan demikian, metodologi pengajaran jauh lebih memberikan kemudahan kepada guru dalam menjalankan tugas mengajar. Di samping itu, ilmu pengetahuan dan orientsai pendidikan di zaman sekarang mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini menuntut guru untuk memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan dan orientasi pendidikan yang baru serta metode-metode mengajar yang sesuai dengan perkembangan baru tersebut. Keberadaan metodologi pengajaran menunjukkan pentingnya kedudukan metode dalam system pengajaran. Tujuan dan isi pengajaran yang baik tanpa didukung metode penyampaian yang baik dapat melahirkan hasil yang tidak baik. Atas dasar itu, pendidikan penaruh perhatian yang besar terhadap masalah metode.
I. PROSES PERKEMBANGAN DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR
Para ahli mengumakakan definisi belajar yang berbeda-beda, namun tampaknya ada semacam kesepakatan di antara mereka yang menyatakan bahwa perbuatan belajar mengandung perubahan dalam diri seseorang yang telah melakukan perbuatan belajar. Perubahan itu bersifat intensional berarti perubahan itu terjadi karena pengalaman atau praktik yang dilakukan pelajar dengan sengaja dn disadari bukan kebetulan. Sifat positif berarti perubahan itu bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar. Sifat aktif berarti perubahan itu terjadi karena usaha yang dilakukan pelajar, bukan terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan. Sifat efektif berarti perubahan itu memberikan pengaruh dan manfaat bagi pelajar. Adapun sifat fungsional berarti perubahan itu relative ttap serta dapat diproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.
Perubahan dalam belajar bisa berbentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, pengetahuan atau apresiasi (penghargaan) perubahan tersebut bisa meliputi keadaan dirinya, pengetahuannya, atau perbuatannya. Artinya; Orang yang sudah melakukan perbuatan belajar bisa merasa lebih bahagia, lebih pandai menjaga kesehatan, memanfaatkan alam sekitar, meningkatkan pengabdian untuk kepentingan umum, dapat berbicara lebih baik dapat memainkan suatu alat musik atau melakukan suatu perbedaan, perubahan tersebut juga bisa bersifat pengadaan penambahan ataupun perluasan, pendek kata, di dalam diri seorang pelajar terdapat perbedaan keadaan antara sebelum dan sesudah melakukan kegiatan belajar.
Pengertian di atas memberi petunjuk bahwa keberhasilan belajar dapat diukur berdasarkan perbedaan cara berpikir merasa dan berbuat sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman belajar dalam menghadapi situasi yang serupa. Umpamanya sebelum belajar pelajar belum dapat berwudlu, kemudian terjadi proses belajar mengajar, guru memberitahukan kepada pelajar syarat, rukun, bacaan dan tata cara berwudlu lalu pelajar mempraktikannya dan berlatih sampai akhirnya pelajar mampu berwudlu. Contoh lain pelajar diminta guru untuk berenang dari satu tepi kolam ke tepi yang lain, pelajar yang belum mengenal sama sekali situasi kolam renang langsung terjun dan hampir tenggelam. Guru yang memang sudah mengantisipasi bahwa hal itu akan terjadi segera membantunya dan mengajarinya cara berenang. Setelah belajar ia akhirnya dapat berenang, dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan pada cara pendekatan pelajar yang bersangkutan dalam menghadapi tugas-tugas selanjutnya merupakan bukti bahwa kegiatan belajar telah berhasil.
Bagaimana manusia belajar atau bagaimana belajar terjadi? Apa tanda-tanda bahwa ia telah belajar atau apa saja manifestasi belajar itu? Persoalan pertama berkaitan dengan perbuatan belajar, sedangkan persoalan kedua mengenai hasil belajar. Dengan mengetahui dua persoalan tersebut guru diharapkan dapat menentukan strategi dan langkah-langkah taktis pengajaran karena pengajaran adalah membuat pelajar belajar. Istilah “pelajar” dipilih ketimbang “pelajar” untuk menekankan pengertian tersebut.
Ada kecenderungan di masa sekarang untuk melupakan bahwa hakikt pendidikan adalah belajarnya pelajar, bukan mengajarnya guru, guru mendapat posisi yang istimewa dalam proses pendidikan sementara keinginana dan kemampuan pelajar secara mandiri untuk menciptakan, menemukan dan belajar untuk dirinya sendiri diabaikan. Hal itu telah merendahkan peranan pelajar dalam proses pendidikan, padahal belajar, sebagaimana ditekankan oleh John Dewey, menyangkut apa yang harus dikerjakan oleh pelajar untuk dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, inisiatif belajar harus dating dari pelajar sendiri, guru hendaknya memposisikan diri sebagai pembimbing dan pengarah yang mengemudikan perahu, sedangkan tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut berasal dari pelajar. Guru harus mendorong pelajar untuk belajar mandiri dengan dan bagi diri mereka sendiri, dengan kata lain, guru harus menjamin bahwa pelajar mampu menerima tanggung jawab untuk belajar dengan mengembangkan sikap dan antusiasnya. Dipandang dari pengertian di atas, barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sebenarnya tidak ada “tujuan pengajaran” yang ada hanyalah tujuan belajar dilihat dari posisi guru sebagai pendorong kegiatan belajar maka tujuan trsebut “tujuan pembelajaran”.
Untuk mencapai interaksi belajar mengajar dibutuhkan komunikasi anatra guru dan peserta didik yang memadukan dua kegiatan. Yaitu kegiatan mengajar (usaha guru) dan kegiatan belajar (tugas peserta didik). Guru perlu mengembangkan pola komunikasi yang efektif dalam proses belajar mengajar, karena seringkali kegagalan pengajaran disebabkan oleh lemahnya system komunikasi. Tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas sangat membantu guru dalam membuat perencanaan, demikian halnya dengan prinsip-prinsip psikologi. Dalam perencanaan program pengajaran, banyaknya pengalaman guru dalam memilih prosedur pengajaran akan sangat membantunya dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkan.
Sistem pengajaran di sekolah sekarang ini mengelompokkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai ke dalam tiga bidang, yaitu :
1. segi kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis, sintesis dan evaluasi.
2. Segi efektif yang meliputi memperhatikan, merespon, menghayati dan menginternalisasi nilai.
3. Segi psikomotorik yang meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa dan gerakan (respons) kompleks.
I. PENUTUP / KESIMPULAN
Aspek-aspek yang berhubungan dengan kediatan belajar mengajar jika diidentifikasi melalui cirri-ciri kegiatan yang disebut belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilakn perubahan pada diri individu yang belajar baik actual maupun potensial, perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan yang jelas perubahan itu terjadi karena proses dan usaha.
Kondisi fisiologis juga sangat berpengaruh terhdap belajar seseorang, orang yang sehat jasmaninya akan lain belajarnya dari orang yang kurang sehat. Dan yang tidak kalah penting adalah kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran.
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar, beberapa factor psikologis yang utama meliputi, minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif. Msseski diakui tujuan pendidikan itu meliputi 3 aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor namun yang terutama adalah aspek kognitif, dan bahkan aspek kognitif sajalah yang perlu dikembangkan.

STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPONEN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN DAN WAWASAN KEPENDIDIKAN & KOMPONEN PENGEMBANGAN PROFESI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Untuk itu profesionalisme guru dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional.
Berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, antara lain: (1) adanya keberagaman kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan penguasaan pengetahuan, (2) belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru, (3) pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan, dan (4) kesejahteraan guru yang belum memadai. Jika hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan dimaksud antara lain: (1) kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang diajarkan guru tidak maksimal, (2) kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa, (3) rendahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung siswa terutama di tingkat dasar (hasil studi internasional yang dilakukan oleh organisasi International Education Achievement, 1999). Sehubungan dengan itu, Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang berisi perintisan pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Mengajar di daerah merupakan bentuk dari upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional.
Berdasarkan uraian di atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional menerapkan standar kompetensi guru yang berhubungan dengan (1) Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan; (2) Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional sesuai materi pembelajaran; (3) Pengembangan Profesi. Komponen-komponen Standar Kompetensi Guru ini mewadahi kompetensi profesional, personal dan sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru. Pengembangan standar kompetensi guru diarahkan pada peningkatan kualitas guru dan pola pembinaan guru yang terstruktur dan sistematis.
Untuk menindaklanjuti ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional mengembangkan standar kompetensi guru pada setiap satuan dan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
B. Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan hukum penetapan Standar Kompetensi Guru adalah:
1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional.
3. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 –2004 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 206)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran negara Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 (Lembaran negara Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3974)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000.
8. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
9. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor : 0433/P/1993, Nomor : 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
10. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 025/O/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
11. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No : 031/O/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
C. Pengertian Standar Kompetensi Guru
Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Arti lain dari kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan.
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan maupun sikap profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
Berdasarkan pengertian tersebut, Standar Kompetensi Guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten.
D. Tujuan dan Manfaat Standar Kompetensi Guru
Tujuan adanya Standar Kompetensi Guru adalah sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh guru sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara profesional, dapat dibina secara efektif dan efisien serta dapat melayani pihak yang berkepentingan terhadap proses pembelajaran, dengan sebaik-baiknya sesuai bidang tugasnya.
Adapun manfaat disusunnya Standar Kompetensi Guru ini adalah sebagai acuan pelaksanaan uji kompetensi, penyelenggaraan diklat, dan pembinaan, maupun acuan bagi pihak yang berkepentingan terhadap kompetensi guru untuk melakukan evaluasi, pengembangan bahan ajar dan sebagainya bagi tenaga kependidikan.















BAB II
STANDAR KOMPETENSI GURU

A. Proses Pengembangan
Proses pengembangan Standar Kompetensi Guru dirumuskan secara sistematik melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis tugas guru, studi kepustakaan baik dalam negeri maupun luar negeri maupun meminta masukan dari para pakar pendidikan.
2. Mengidentifikasi kompetensi guru.
3. Menyusun buram Standar Kompetensi Guru.
4. Melakukan sosialisasi buram Standar Kompetensi Guru.
5. Melaksanakan uji coba Standar Kompetensi Guru.
6. Menganalisis hasil uji coba Standar Kompetensi Guru.
7. Menetapkan Standar Kompetensi Guru.

B. Komponen Standar Kompetensi Guru
Standar Kompetensi Guru meliputi tiga komponen yaitu : (1) Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan; (2) Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional sesuai materi pembelajaran; (3) Pengembangan Profesi. Masing-masing komponen kompetensi mencakup seperangkat kompetensi. Selain ketiga komponen kompetensi tersebut, guru sebagai pribadi yang utuh harus juga memiliki sikap dan kepribadian yang positip dimana sikap dan kepribadian tersebut senantiasa melingkupi dan melekat pada setiap komponen kompetensi yang menunjang profesi guru.








PENGELOLAAN PEMBELAJARAN DAN WAWASAN KEPENDIDIKAN
KOMPETENSI AKADEMIK/ VOKASIONAL
PENGEMBANGAN PROFESI
Gbr : Komponen Standar Kompetensi Guru

















C. Rumusan Standar Kompetensi Guru
Telah dinyatakan bahwa Standar Kompetensi Guru meliputi 3 (tiga) komponen kompetensi dan masing-masing komponen kompetensi terdiri atas beberapa unit kompetensi. Secara keseluruhan Standar Kompetensi Guru adalah sebagai berikut :
• Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan, yang terdiri atas,
Sub Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran :
1. Menyusun rencana pembelajaran
2. Melaksanakan pembelajaran
3. Menilai prestasi belajar peserta didik.
4. Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik.
Sub Komponen Kompetensi Wawasan Kependidikan :
5. Memahami landasan kependidikan
6. Memahami kebijakan pendidikan
7. Memahami tingkat perkembangan siswa
8. Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya
9. Menerapkan kerja sama dalam pekerjaan
10. Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan
• Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional, yang terdiri atas :
11. Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai materi pembelajaran
• Komponen Kompetensi Pengembangan Profesi terdiri atas :
12. Mengembangkan profesi.
D. Indikator Kompetensi
Untuk memperoleh gambaran yang lebih terukur pada pemberian nilai untuk setiap kompetensi, maka perlu ditetapkan kinerja setiap kompetensi. Kinerja kompetensi terlihat dalam bentuk indikator, sebagai terlihat pada lampiran.
LAMPIRAN :

Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan :
Sub Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran :
KOMPETENSI INDIKATOR
1. Menyusun rencana pembelajaran a. Mendeskripsikan tujuan pembelajaran
b. Menentukan materi sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan
c. Mengorganisasikan materi berdasarkan urutan dan kelompok
d. Mengalokasikan waktu
e. Menentukan metode pembelajaran yang sesuai
f. Merancang prosedur pembelajaran
g. Menentukan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang akan digunakan
h. Menentukan sumber belajar yang sesuai (berupa buku, modul, program komputer dan sejenisnya)
i. Menentukan teknik penilaian yang sesuai
2. Melaksanakan Pembelajaran
a. Membuka pelajaran dengan metode yang sesuai
b. Menyajikan materi pelajaran secara sistematis
c. Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan
d. Mengatur kegiatan siswa di kelas
e. Menggunakan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang telah ditentukan
f. Menggunakan sumber belajar yang telah dipilih (berupa buku, modul, program komputer dan sejenisnya)
g. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif
h. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif
i. Memberikan pertanyaan dan umpan balik, untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses pembelajaran
j. Menyimpulkan pembelajaran
k. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien
3. Menilai prestasi belajar.
a. Menyusun soal/perangkat penilaian sesuai dengan indikator/kriteria unjuk kerja yang telah ditentukan
b. Melaksanakan penilaian
c. Memeriksa jawaban/memberikan skor tes hasil belajar berdasarkan indikator/kriteria unjuk kerja yang telah ditentukan
d. Menilai hasil belajar berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan
e. Mengolah hasil penilaian
f. Menganalisis hasil penilaian (berdasarkan tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitas)
g. Menyimpulkan hasil penilaian secara jelas dan logis (misalnya : interpretasi kecenderungan hasil penilaian, tingkat pencapaian siswa dll)
h. Menyusun laporan hasil penilaian
i. Memperbaiki soal/perangkat penilaian
4. Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik
a. Mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian
b. Menyusun program tindak lanjut hasil penilaian
c. Melaksanakan tindak lanjut
d. Mengevaluasi hasil tindak lanjut hasil penilaian
e. Menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian


Sub Komponen Kompetensi Wawasan Kependidikan :
KOMPETENSI INDIKATOR
5. Memahami landasan kependidikan

a. Menjelaskan tujuan dan hakekat pendidikan
b. Menjelaskan tujuan dan hakekat pembelajaran
c. Menjelaskan konsep dasar pengembangan kurikulum
d. Menjelaskan struktur kurikulum
6. Memahami kebijakan pendidikan

a. Menjelaskani visi, misi dan tujuan pendidikan nasional
b. Menjelaskan tujuan pendidikan tiap satuan pendidikan sesuai tempat bekerjanya
c. Menjelaskan sistem dan struktur standar kompetensi guru
d. Memanfaatkan standar kompetensi siswa
e. Menjelaskan konsep pengembangan pengelolaan pembelajaran yang diberlakukan (Misal : life skill, BBE/Broad Based Education, CC/Community College, CBET/Competency-Based Education and Training dan lain-lain).
f. Menjelaskan konsep pengembangan manajemen pendidikan yang diberlakukan (Misal : MBS /Manajemen Berbasis Sekolah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah dan lain-lain)
g. Menjelaskan konsep dan struktur kurikulum yang diberlakukan (Misal : Kurikulum berbasis kompetensi)
7. Memahami tingkat perkembangan siswa

a. Menjelaskan psikologi pendidikan yang mendasari perkembangan siswa
b. Menjelaskan tingkat-tingkat perkembangan mental siswa
c. Mengidentifikasi tingkat perkembangan siswa yang dididik
8. Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya

a. Menjelaskan teori belajar yang sesuai materi pembelajarannya
b. Menjelaskan strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya
c. Menjelaskan metode pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya
9. Menerapkan kerja sama dalam pekerjaan

a. Menjelaskan arti dan fungsi kerjasama dalam pekerjaan
b. Menerapkan kerjasama dalam pekerjaan
10. Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan

a. Menggunakan berbagai fungsi internet, terutama menggunakan e-mail dan mencari informasi
b. Menggunakan komputer terutama untuk word processor dan spread sheet (Contoh : Microsoft Word, Excel)
c. Menerapkan bahasa Inggris untuk memahami literatur asing/memperluas wawasan kependidikan.



Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional :
KOMPETENSI INDIKATOR
11. Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai materi pembelajaran *)
Menguasai materi pembelajaran sesuai bidangnya *)


Keterangan : *) = disesuaikan dengan struktur keilmuan/kompetensi pada tiap satuan pendidikan


Komponen Kompetensi Pengembangan Profesi :
KOMPETENSI INDIKATOR
12. Mengembangkan Profesi

a. Menulis karya ilmiah hasil penelitian/ pengkajian/ survei/evaluasi di bidang pendidikan
b. Menulis karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri di bidang pendidikan sekolah
c. Menulis tulisan ilmiah populer di bidang pendidikan sekolah pada media massa
d. Menulis prasaran/makalah berupa tinjauan, gagasan atau ulasan ilmiah yang disampaikan pada pertemuan ilmiah
e. Menulis buku pelajaran/modul/diktat
f. Menulis diktat pelajaran
g. Menemukan teknologi tepat guna
h. Membuat alat pelajaran/ alat peraga atau alat bimbingan
i. Menciptakan karya seni monumental/seni pertunjukan
j. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

STANDAR GURU

Standar 1: Perencanaan
Guru memahami dan mampu merencanakan instruksi untuk murid belajar, menyesuaikan instruksi dalam kaitannya dengan pembelajaran yang berkelanjutan, dan tindak lanjut pembelajaran siswa.

Standar 2: menginstruksikan
Guru memberikan kesempatan belajar yang menciptakan keterlibatan aktif dan hormat di antara peserta didik dan antara peserta didik dan guru.

Standar 3: Menilai
Guru mengenali pentingnya dan mampu mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi tentang belajar dan kinerja dalam rangka untuk memastikan intelektual yang berkesinambungan dan pembangunan sosial dari setiap siswa. Guru menggunakan pengetahuan tentang kinerja murid untuk membuat keputusan tentang masa depan dan perencanaan dan pengajaran "in situ" dan untuk masa depan.

Standar 4: Identity dan pengaturan
Guru memahami pentingnya yang pembelajar dan bagaimana komunitas mereka, bentuk warisan dan tujuan belajar dan harapan mereka belajar. Guru mengenali pentingnya sosio-budaya dan setting sosial politik - di rumah, komunitas, tempat kerja dan sekolah - yang memberikan kontribusi untuk menciptakan identitas dan karena itu pengaruh pembelajaran.

Standar 5: Bahasa
Guru memahami dan menyadari pentingnya struktur dan fungsi bahasa.

Standar 6: Belajar
Guru memahami dan menumbuhkan proses belajar formal dan non-formal pengaturan. Untuk itu, guru memahami karakteristik bahasa dan bahasa tempat bermain dalam belajar bahasa dan membantu peserta didik memahami bahasa apa dan bagaimana belajar bahasa bekerja.

Standar 7: Konten
Guru memahami dan mengakui pentingnya hubungan antara konsep, prosedur, dan aplikasi dari bidang konten yang relevan dengan peserta didik dalam memajukan kemampuan bahasa mereka. Guru dapat memahami isi sendiri, dapat bekerja sama dengan spesialis bidang konten, atau mungkin mengidentifikasi strategi yang tepat untuk membantu para pelajar menemukan konten sendiri.

Standar 8: Mengembangkan Profesionalisme
Guru memahami sifat EFL pengajaran sebagai bagian dari dan dalam hubungannya dengan masyarakat luas, komunitas pengajaran yang lebih luas, dan komunitas pengajaran bahasa Inggris profesional.

Guru Sebagai Profesi dan Standar Kompetensinya

Salah satu dari enam agenda seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu dari Departemen Pendidikan Nasional adalah 'mencanangkan guru sebagai profesi". Seorang peserta diklat calon instruktur matematika sekolah dasar yang sedang mengikuti kegiatan diklat di Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta memberikan komentar positif bahwa agenda itu amat fokus dan mendasar. Sementara beberapa peserta lainnya memberikan respon yang netral-netral saya, yakni 'tunggu dan lihat' atau 'wait and see', sambil menaruh harapan yang besar agar agenda ini memiliki dampak yang amat positif bagi upaya peningkatan kompetensi, perlindungan dan kesejahteraan guru. Secara umum, banyak guru yang menaruh harapan yang besar terhadap pelaksanaan agenda tersebut, minimal sebagai salah satu wujud kepedulian terhadap nasib guru.

Tulisan singkat ini akan menelaah makna yang tersurat dalam pengertian 'guru sebagai profesi', ciri-ciri guru sebagai profesi, dan standar kompetensi yang harus dimilikinya.


Guru, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan

Seorang widyaiswara senior di Pusdiklat Diknas secara terus terang menyatakan kekecewaannya terhadap UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, lantaran dalam UU SPN itu hanya memuat dua patah kata guru, yakni pada Pasal 39 ayat 3 dan 4. Hal tersebut terjadi karena pengertian guru diperluas menjadi 'pendidik' yang dibedakan secara dikotomis dengan 'tenaga kependidikan', sebagaimana tertuang secara eksplisit dalam Bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 'Pendidik' dijelaskan pada ayat 2, yakni: 'Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi'. Dalam ayat 3 dijelaskan lebih lanjut bahwa 'Pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru, dan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen'. Sementara itu, istilah 'tenaga kependidikan' dijelaskan dalam Pasal 39 ayat 1 bahwa 'Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan'. Termasuk dalam kategori tenaga kependidikan dalam hal ini adalah kepala sekolah, pengawas, dan tenaga lain yang menunjang proses pembelajaran di sekolah.

Yang menjadi persoalan terminologis dalam hal ini adalah karena guru dikenal dengan empat fungsi sekaligus dalam proses pembelajaran, yakni mengajar, mendidik, melatih, dan membimbing. Dengan demikian, seharusnya pengertian guru lebih luas dibandingkan dengan pendidik. Bahkan dosen di perguruan tinggi pun sebenarnya juga disebut guru. Bahkan perguruan tinggi juga menggunakan istilah Guru Besar. Selain itu, guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pun memiliki kompetensi untuk melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dan menjalin hubungan dan kerja sama dengan orangtua siswa dan masyarakat yang tergabung dalam Komite Sekolah.

Lepas dari persoalan terminologis tersebut, apakah ia akan tetap disebut guru ataukah pendidik, kedua-duanya mengemban tugas mulia sebagai tenaga profesi, yang memiliki kaidah-kaidah profesional sebagaimana profesi lain seperti dokter, akuntan, jaksa, hakim, dan sebagainya.

Profesi, Profesional, dan Profesionalisme

Dedi Supriadi (alm) dalam bukunya bertajuk "Mengangkat Citra dan Martabat Guru" telah menjelaskan secara sederhana ketiga istilah tersebut. Profesi menunjuk pda suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.

Sementara profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, menunjuk pada penampilan atau performance atau kinerja seseorang yang sesuai dengan tuntutan profesinya. Misalnya, 'pekerjaan itu dilaksanakan secara profesional'. Kedua, menunjuk pada orang yang melakukan pekerjaan itu, misalnya 'dia seorang profesional'.

Istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan atau performance seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi. Ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan ada pula yang rendah. Menurut Dedi Supriadi, profesionalisme menuntut tiga prinsip utama, yakni 'well educated, well trained, well paid' atau memperoleh pendidikan yang cukup, mendapatkan pelatihan yang memadai, dan menerima gaji yang memadai. Dengan kata lain profesionalisme menuntut pendidikan yang tinggi, kesempatan memperoleh pelatihan yang cukup, dan akhirnya memperoleh bayaran atau gaji yang memadai.


Ciri-ciri Profesi

Dalam buku yang sama, Dedi Supriadi menjelaskan secara sederhana tentang ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi. Pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat. Sebagai contoh, dokter disebut profesi karena memiliki fungsi dan signifikasi sosial untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Demikian juga guru, memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa. Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan finansial atau material.

Jika kelima cirri atau karakteristik profesi tersebut diterapkan kepada pekerjaan guru, maka tampak jelas bahwa guru memiliki kelima karakteristik tersebut, meskipun ada beberapa karakteristik yang belum sepenuhnya terpenuhi. Sebagai contoh, guru memiliki karakteristik pertama yang demikian jelas, yakni memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat. Karakteristik kedua, untuk dapat menjadi guru yang profesional, guru juga harus memiliki kompetensi yang tinggi. Untuk dapat memiliki kompetensi seperti itu maka guru harus memiliki disiplin ilmu yang diperoleh dari lembaga pendidikan, baik preservice education maupun inservice training yang akuntabel. Disiplin ilmu itu antara lain adalah pedagogi (membimbing anak). Inilah karakteristik yang ketiga. Karakteristik keempat memang kedodoran di Indonesia, yakni kode etik dan penegakan kode etik. PGRI memang telah menyusun kode etik Guru Indonesia, tetapi penegakannya memang belum berjalan. PGRI di masa lalu terlalu dekat dengan politik, dan kurang bergerak sebagai organisasi profesi. Penulis pernah mengikuti kegiatan konvensi NCSS (National Council for Social Studies) di Amerika Serikat. Organisasi ini memang organisasi profesi murni yang bidang kegiatannya memang menyangkut urusan profesi. Organisasi ini punya peranan penting dalam memberikan masukan penyempurnaan kurikulum social studies (IPS), inovasi tentang strategi dan metode pembelajaran IPS, media dan alat peraga, dan hal-hal yang terkait dengan profesi guru IPS. Apabila PGRI dalam menjadi induk bagi organisasi-organisasi guru mata pelajaran di Indonesia, alangkah idealnya. Ciri profesi yang kelima adalah adanya imbalan finansial dan material yang memadai. Dalam hal ini, gaji guru di Indonesia pada saat ini memang telah lebih baik jika dibandingkan dengan gaji guru pada tahun 60-an, yang pada ketika itu gaji profesi dalam bidang keuangan menjadikan iri bagi profesi lainnya. Gaji guru di Amerika Serikat pun pernah memprihatinkan. Pada tahun 1864, guru di Illionis digambarkan dengan citra yang memprihatinkan dilihat dari kesejahterannya, yakni 'has little brain and less money' atau 'punya otak kosong dan kantong melompong'. Dewasa ini, gambaran guru di Amerika Serikat tidaklah demikian lagi, karena kebanyakan guru di Amerika rata-rata merupakan tamatan perguruan tinggi, yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tetapi juga ekonomi dan sosial. Jikalau ingin pendidikan maju, dan para guru dapat memfokuskan diri dalam bidang profesinya sebagai guru --- bukan guru yang biasa di luar ---, maka gaji guru tidak boleh tidak memang harus memadai, setara dengan profesi lainnya, jika tidak bisa lebih tinggi. Dalam hal pemberian penghargaan kepada guru, aspek kesejahteraan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk penghargaan secara materi, di samping bentuk penghargaan nonmateri, seperti pemberian piagam penghargaan berdasarkan prestasi kerja guru yang dapat dibanggakan. Adanya hyme guru memang dapat menjadi model penghargaan terhadap guru, meskipun ada orang yang berpendapat bahwa adanya hymne guru justru dipandang sebagai bentuk penghargaan semu.


Kompetensi Guru

Salah satu ciri sebagai profesi, guru harus memiliki kompetensi, sebagaimana dituntut oleh disiplin ilmu pendidikan (pedagogi) yang harus dikuasainya. Dalam hal kompetensi ini, Direktorat Tenaga Kependidikan telah memberikan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.

Pada tahun 70-an, Direktorat Tenaga Teknis dan Pendidikan Guru (Dikgutentis) merumuskan sepuluh kompetensi guru, yakni: (1) memiliki kerpibadian sebagai guru, (2) menguasai landasan kependidikan, (3) menguasai bahan pelajaran, (4) Menyusun program pengajaran, (5) melaksanakan proses belajar mengajar, (6) melaksanakan proses penilaian pendidikan, (7) melaksanakan bimbingan, (8) melaksanakan administrasi sekolah, (9) menjalin kerja sama dan interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat, (10) melaksanakan penelitian sederhana.

Pada tahun 2003, Direktorat Tenaga Kependidikan (nama baru Dikgutentis) telah mengeluarkan Standar Kompetensi Guru (SKG), yang terdiri atas tiga komponen yang saling kait mengait, yaitu (1) pengelolaan pembelajaran, (2) pengembangan potensi, dan (3) penguasaan akademik, yang dibungkus oleh aspek sikap dan kepribadian sebagai guru. Ketiga komponen kompetensi tersebut dijabarkan menjadi tujuh kompetensi dsasar, yaitu (1.1) penyusunan rencana pembelajaran, (1.2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, (1.3) peniliaian prestasi belajar peserta didik, (1.4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (2) pengembangan profesi, (3.1) pemahaman wawasan kependidikan, dan (3.2) penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan). Ketujuh kompetensi dasar guru tersebut dapat diukur dengan seperangkat indikator yang telah ditetapkan.

Sebagai perbandingan, Australia Barat dikenal memiliki 'Competency Framework for Teachers'. Kompetensi standar di Australia Barat ini meliputi lima dimensi, yakni; (1) facilitating student learning, (2) assessing student learning outcomes, (3) engaging in professional learning, (4) participating to curriculum and program initiatives in outcome focused environment, dan (5) forming partnerships within the school community. Dengan kata lain, lima bidang kompetensi dasar guru di Australia Barat adalah (1) memfasilitasi pembelajaran siswa, (2) menilai hasil belajar siswa, (3) melibatkan dalam pembelajaran profesional, (4) berperan serta untuk pengembangan program dan kurikulum dalam lingkungan yang berfokus kepada hasil belajar, (5) membangun kebersamaan dalam masyarakat sekolah. Lima dimensi tersebut memiliki indikator yang berbeda untuk tiga jenjang guru, yakni phase 1 (level 1), phase 2 (level 2), dan phase 3 (level 3).

Jika dibandingkan dengan lima dimensi kompetensi di Australia Barat tersebut, maka tampaklah bahwa sepuluh kompetensi dasar menurut Dikgutentis agaknya jauh lebih lengkap, karena sudah mencakup kompetensi membangun kerjasama dengan sejawat dan masyarakat. Bahkan mencakup kemampuan mengadakan penelitian sederhana, misalnya mengadakan penelitian tindakan kelas atau classroom action research. Dalam hal ini, tujuh kompetensi dasar menurut Dit Tendik belum mencakup kompetensi membangun kerja sama dengan sejawat dan masyarakat.





Simpulan

Posisi guru sebagai salah satu profesi memang harus diakui dalam kehidupan masyarakat. Guru harus diakui sebagai profesi yang sejajar sama tinggi dan duduk sama rendah dengan profesi-profesi lainnya, seperti dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer interior, arsitektur, dan masih banyak yang lainnya.

Sebagai profesi, guru memenuhi kelima ciri atau karakteristik yang melekat pada guru, yaitu; (1) memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat, dirasakan manfaatnya bagi masyarakat (2) menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan, (3) memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a systematic body of knowledge), (4) memiliki kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut, (5) sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok berhak memperoleh imbalan finansial atau material.

Salah satu ciri guru sebagai profesi yang amat penting adalah guru harus memiliki kemampuan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Jika dibandingkan dengan competency framework for teachers di Australia Barat, sepuluh kompetensi guru menurut Dikgutentis sebenarnya lebih lengkap, karena terdapat kompetensi membangun kerjasama dengan sejawat dan masyarakat, serta mengadakan penelitian sederhana, yang kedua kompetensi tersebut tidak ada dalam tujuh kompetensi dasar guru yang diterbitkan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan.

Pencanangan guru sebagai profesi sebagai salah satu agenda seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu memang amat fokus dan mendasar. Yang lebih dari hanya sekedar pencanangan adalah praktiknya, yakni implikasi dan konsekuensi dari pencanangan itu yang memang sedang ditunggu-tunggu oleh masyarakat guru di Indonesia, misalnya lahirnya UU Guru, sertifikasi guru, uji kompetensi guru, dan last but not least adalah gaji guru. Insyaallah.

DEMOKRASI, HUKUM, DAN HAK ASASI MANUSIA

A. TUJUAN
1. Mahasiswa memahami prinsip-prinsip demokrasi, hukum dan hak asasi manusia
2. Mahasiswa dapat berperilaku demokratis, menjunjung tegaknya hukum dan hak asasi manusia
B. MATERI
1. Demokrasi dan Prilaku Demokrasi
Negara kita adalah negara demokrasi, negara yang kehidupannya ditentukan oleh rakyat. Demokrasi merupakan konsep yang abstrak dan universal. Demokrasi itu telah diterapkan di banyak negara dalam berbagai bentuk, sehingga melahirkan berbagai sebutan tentang demokrasi seperti demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat, demokrasi terpimpin, demokrasi liberal dsb. Namun demikian pada dasarnya demokrasi itu dapat dibedakan atas dua aliran yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi yang mendasarkan dirinya pada ajaran komunisme (Budiardjo, 1977: 55). Secara umum demokrasi diartikan pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas (Ravietch, 1991: 4).
Demokrasi yang banyak dipraktekkan sekarang ini adalah demokrasi konstitusional dimana ciri khasnya adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi (Budiardjo, 1977: 52) atau dalam peraturan perundangan lainnya. Demokrasi konstitusional ini sering juga disebut dengan demokrasi di bawah rule of law. Menurut Prof. Miriam Budiardjo (1977) syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law adalah :
a. perlindungan konstitusional;
b. badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
c. pemilihan umum yang bebas;

d. kebebasan untuk menyatakan pendapat;
e. kebebasan untuk berserikat/ berorganisasi dan beroposisi; dan
f. pendidikan kewarganegaraan.
Hal di atas berarti demokratis tidaknya suatu negara, ditentukan oleh tingkat kesempurnaan konstitusi atau aturan-aturan negara dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Begitu juga dengan tingkat jaminan perundang-undangan yang diberikan terhadap badan kehakiman sehingga tidak memihak, pemilihan umum yang bebas, kebebasan untuk menyatakan pendapat, kebebasan berserikat, berorgani-sasi dan oposisi serta pendidikan kewarganegaraan.
Hendri B. Mayo dalam Budiardjo (1977: 62) mengemukakan bebarapa nilai yang mendasari demokrasi seperti berikut:
a. menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga;
b. menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah;
c. menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur;
d. membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum;
e. mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku; dan
f. menjamin tegaknya keadilan.
Selanjutnya menurut B. Mayo perincian itu tidak berarti bahwa setiap masyarakat demokratis menganut semua nilai yang diperinci itu, melainkan bergantung kepada sejarah serta budaya politik masing-masing.
Dalam bukunya Apa Demokrasi itu? Diane Ravitch (1991: 6) mengemukakan soko guru demokrasi sebagai berikut:
a. kedaulatan rakyat;
b. pemerintah berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
c. kekuasaan mayoritas;
d. hak-hak minoritas;
e. jaminan hak asasi manusia;
f. pemilihan yang bebas dan jujur;
g. persamaan di depan hukum;

h. proses hukum yang wajar;
i. pembatasan pemerintah secara konstitusional;
j. pluralisme sosial, ekonomi dan politik; dan
k. nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.

Pendapat Miriam Budiardjo pada hakekatnya tidak berbeda dengan soko gurunya demokrasi yang dikemukakan Diane Ravitch, perbedaan hanya terletak dalam perumusan.
Demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan, tetapi juga suatu gaya hidup serta tata masyarakat tertentu, yang karenanya juga mengandung unsur-unsur moral. Pengertian yang terakhir ini semakin berkembang sehingga demokrasi itu bukan hanya tertuju pada aspek pemerintahan dalam negara tetapi sudah menyangkut dengan tata kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek seperti ekonomi, pendidikan, pengajaran, organisasi, dsb. Organisasi mahasiswa sebagai Student Government, dalam alam demokrasi juga harus mengindahkan soko guru atau nilai-nilai demokrasi di atas. Begitu juga dalam pendidikan bahkan dalam pembelajaran di kelaspun dituntut demokratis.
Pengambilan keputusan dalam alam demokrasi dilakukan dengan musyawarah, mufakat atau dengan suara terbanyak. Dalam musyawarah setiap anggota harus memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat baik secara lisan ataupun tertulis. Kebebasan berbicara dan berpendapat adalah darah hidup setiap demokrasi (Ravitch, 1989: 9). Selanjutnya dikatakan oleh Ravitch (1989:9) warga suatu demokrasi hidup dengan keyakinan bahwa melalui pertukaran gagasan dan pendapat yang terbuka, kebenaran pada akhirnya akan menang atas kepalsuan, nilai-nilai orang lain akan lebih dipahami, bidang-bidang mufakat akan dirinci lebih jelas dan jalan kearah kemajuan terbuka. Inilah sebagian yang hendak dicapai dalam pembelajaran di sekolah yaitu ditemukannya kebenaran terutama kebenaran ilmiah, nilai-nilai yang dianut oleh orang lain dapat dipahami, serta terjalinnya saling menghormati dan kerjasama. Setelah musyawarah dilaksanakan, pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan mufakat suara bulat (musyawarah mufakat) atau dengan pemungutan suara terbanyak (voting). Prinsip utama dalam pengambilan keputusan ini adalah bahwa keputusan harus ditentukan oleh mayoritas

anggota tanpa mengabaikan kepentingan minoritas (Ravitch, 1989: 6). Setiap keputusan yang diambil dalam musyawarah atau voting harus didukung oleh kelompok yang semula tidak setuju atau yang kalah dalam voting. Dalam budaya politik masyarakat Indonesia baik pada tataran pemerintahan terendah maupun pada pemerintahan tertinggi (pusat), prinsip demokrasi yang selalu dipakai adalah musyawarah untuk mufakat dalam kekeluargaan (Sihombing, 1984:12).
Nilai kerjasama, toleransi dan saling menghargai merupakan soko guru dalam demokrasi seperti yang telah diungkapkan sebelumnya. Nilai-nilai ini akan terlihat dalam penyusunan dan pelaksanaan program kerja dari suatu organisasi, dalam prilaku kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga, sekolah ataupun dalam masyarakat. Pelaksana-an dari nilai-nilai ini akan melahirkan program kerja yang aspiratif bukan kemauan seseorang. Biasanya program kerja yang aspiratif ini akan didukung oleh semua anggota dalam pelaksanaannya. Pragmatisme memperlihatkan bahwa penyusunan dan pelaksanaan program bermanfaat bagi seluruh anggota. Jadi bukan dalam alam idealis semata atau kemauan sekelompok orang.
Konsep partisipasi merupakan hal penting dalam demokrasi. Sebagaimana dikatakan Ravitch (1989: 11) inti tindakan demokrasi adalah partisipasi aktif pilihan warga sendiri dalam kehidupan umum masyarakat dan bangsa mereka. Berkaitan dengan ini ada ungkapan mantan Presiden Amerika Serikat yang mengatakan “ jangan tanya apa yang diberikan negara kepada anda, tetapi tanyalah diri anda, apa yang telah anda perbuat untuk negara”. Ungkapan itu dapat diterjemahkan kedalam kehidupan keluarga, sekolah dan masyarakat. Tanyalah lebih dulu apa yang telah anda perbuat untuk keluarga, sekolah, atau masyarakat sebelum anda mempertanyakan apa yang diberikan keluarga, sekolah, atau masyarakat kepada anda.
Penerapan prinsip demokrasi di Indonesia disesuaikan dengan nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang sangat banyak itu disederhanakan dengan mengambil yang universalnya. Inilah yang disebut dengan nilai-nilai Pancasila. Menurut Sihombing (1984: 9) untuk mendapatkan pengertian demokrasi Pancasila secara lengkap dan utuh diperlukan 2 alat pengukur yang saling
melengkapi, yaitu: 1) alat pengukur yang konsepsionil, dan 2) alat pengukur tingkah laku (kebudayaan). Dari alat pengukur pertama dapat diambil pengertian bahwa demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila Pancasila lainnya, artinya dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, mampu mempersatukan bangsa serta dimanfaatkan untuk meujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengertian semacam ini lebih bersifat formalistik dan diatur dalam UUD 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Alat pengukur kedua bersifat kebudayaan yaitu berupa tingkah laku yang bersumber dari kebudayaan bangsa Indonesia. Pengertian demokrasi melalui alat pengukur kedua ini melengkapi pengertian melalui alat pengukur pertama, karena memberikan struktur informal terhadap demokrasi Pancasila. Kearifan dan bijaksana dalam tingkah laku merupakan kekhasan dalam demokrasi Pancasila.
Pelaksanaan prinsip demokrasi sebetulnya menyangkut dengan prilaku manusia, baik secara individual maupun secara kelompok, dalam kedudukannya sebagai warga ataupun sebagai pejabat yang diberi kewenangan. Prilaku adalah manifestasi dari kebudayaan sebab kebudayaan terujud dan disalurkan melalui prilaku manusia.
Proses pembudayaan berlangsung sepanjang kehidupan manusia dalam lingkungannya, mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan bermain, lingkungan sekolah sampai kepada lingkungan masyarakat yang lebih luas. Nilai-nilai yang berkembang dalam lingkungan masyarkat itulah yang mempengaruhi prilakunya dalam kehidupan. Nilai-nilai itu beraneka ragam termasuk di dalamnya nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi itulah yang membentuk prilaku demokratiknya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku demokrasi beraneka ragam, diantaranya adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara dan kepercayaan kepada pemerintah. Selain dari itu faktor-faktor lainnya adalah status sosial, status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman berorganisasi (Surbakti, 1992: 144). Disamping itu pengetahuan

tentang demokrasi juga mempengaruhi prilaku demokrasi. Demokrasi bergantung pada warga negara yang berpendidikan dan berpengetahuan (Ravitch, 1989: 9). Bila kita ingin mewujudkan masyarakat yang demokratis tingkatkanlah pendidikan dan pengetahuan serta berprilakulah sesuai dengan nilai-nilai demokrasi seperti yang diungkapkan di atas. Suatu hal yang sangat penting dalam mewujudkan demokrasi adalah taat akan nilai dan aturan-aturan hukum yang telah disepakati, karena nilai dan aturan hukum itulah yang membingkai demokrasi.
2. Hukum
Pertanyaan pertama yang sering dikemukakan orang dalam memahami hukum adalah apa itu hukum? Jawabannya bermacam-macam, ada yang mengatakan hukum itu ada di kantor polisi, di kejaksaan dan pengadilan. Bagi orang awam jawaban semacam ini wajar-wajar saja sesuai dengan pengetahuannya. Jika ditanya kepada pemuka adat, hukum itu ada dalam adat seperti dalam pepatah adat nan tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan. Para ulama akan mengatakan hukum itu adalah ketentuan-ketentuan yang datang dari Allah SWT. yang mengatur kehidupan manusia. Jika ditanya kepada ahlinya jawabannya juga sulit, tak obahnya seperti menanyakan apa itu waktu.
Para sarjana hukum sebetulnya masih berbeda pendapat dalam merumuskan suatu definisi hukum yang dapat memuaskan semua pihak. Namun demikian salah satu batasan yang banyak dipahami adalah seperti yang dikemukakan oleh seorang sarjana hukum yang bernama E. Utrecht, menurutnya hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. Hukum itu menentukan/ mengatur tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat dan bersifat memaksa. (E.Utrecht, 1956 : 10)
Seseorang yang melanggar aturan hukum akan dikenakan sanksi dan dapat dipaksakan kepadanya. Tujuannya adalah agar terjaminnya keamanan, ketertiban, ketentraman dan keadilan bagi setiap orang dalam masyarakat, termasuk masyarakat kampus. Ketertiban dapat diwujudkan karena hukum berupaya menetapkan “kepastian” tingkah laku manusia, baik



yang berupa perintah maupun larangan, perintah dan larangan itu ditegakkan dengan sanksi yang “tegas” dan “nyata” dari negara.
Ketentraman yang diharapkan bukan bersifat sementara atau semu tetapi sedapat mungkin bersifat abadi dan diterima dengan “tulus” oleh masyarakat. Penerimaan yang tulus dari masyarakat baru akan terjadi seandainya hukum itu sesuai dengan perasaan keadilan yang tersimpan dalam lubuk hati mereka. Hukum yang semata-mata hanya mengabaikan aspek keadilan dan kurang memperhatikan rasa keadilan masyarakat, pada suatu saat akan menimbulkan tantangan dari masyarakat, seperti pandangan masyarakat terhadap kasus-kasus hukum yang di proses di pengadilan.
Sebaliknya harus pula dipahami, bukan berarti setiap orang yang berstatus terdakwa (dalam perkara pidana) harus langsung dimasukkan ke dalam penjara/lembaga pemasyarakatan. Seseorang yang dihukum menjadi terpidana, ia masih mempunyai upaya hukum berupa banding (dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi), kasasi dan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Dalam negara hukum ada suatu asas yang perlu diingat, bahwa seseorang dianggap tidak bersalah (presumption of innocence) sebelum adanya keputusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde). Apabila upaya hukum itu sudah dilalui dan hakim Mahkamah Agung sudah menetapkan keputusannya (menghukum atau membebaskan) maka tertutuplah upaya hukum untuk mencari keadilan dan putusan hakim harus dilaksanakan.
Hukum diciptakan adalah sebagai suatu sarana atau instrumen untuk mengatur hak-hak dan kewajiban subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban) agar masing-masing subjek hukum tersebut dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar. Dengan demikian tujuan hukum adalah untuk mengatur masyarakat secara damai dengan cara melindungi kepentingan-kepentingan manusia seperti kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan sebagainya terhadap yang merugikannya.
Bentuk aturan hukum itu bermacam-macam baik jenis ataupun tingkatannya. Secara umum dibedakan atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik adalah aturan hukum



yang mengatur hubungan hukum antara negara dan warganya (hubungan vertical) atau sebaliknya. Pelanggaran aturan hukum itu pada dasarnya akan diproses dan dikenakan sanksi oleh negara, walaupun para pihak yang terlibat atas pelanggaran hukum itu sepakat untuk berdamai. Hukum yang termasuk kategori ini diantaranya adalah aturan hukum pidana, hukum tata negara, hukum pajak, hukum administrasi negara. Contoh pelanggaran aturan hukum pidana seperti: mencuri, korupsi, merusak harta/kepunyaan orang lain atau negara, menyiksa orang lain, membunuh, memperkosa, mencemarkan nama baik orang lain, penyalahgunaan obat terlarang atau narkoba yang dapat diancam dengan hukuman mati, dan sebagainya. Sedangkan hukum privat adalah aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang/ kelompok orang dengan orang lain/ kelompok lain (hubungan horizontal). Pelanggaran aturan hukum ini penyelesaiannya tergantung kepada para pihak yang merasa dirugikan, apakah melalui perdamaian ataukah proses peradilan. Diantara yang termasuk kesini adalah aturan hukum perdata. Contohnya masalah sengketa harta, masalah jual beli, dan sebagainya. Untuk menegakkan aturan-aturan hukum di atas dibentuk lembaga-lembaga kekuasaan kehakiman. Sebelum adanya perubahan, UUD 1945 menentukan bahwa kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Melalui perubahan UUD 1945 dibentuk lagi suatu lembaga sebagai pelaku kekuasaan kehakiman selalin Mahkamah Agung yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki kewenangan (1) meguji undang-undang terhadap UUD ; (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD ; (3) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum ; dan (4) memutus pembubaran partai politik. Selain itu, dibentuk Komisi Yudisial (KY) yang berfungsi sebagai lembaga penegak etika hakim. Komisi ini mempunyai wewenang dalam proses pemilihan hakim agung dan pengawasan hakim. Fungsi kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan melalui penyelenggara peradilan. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,



lingkungan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Tingkatan (hierarki) hukum dalam suatu negara juga tersusun sedemikian rupa, dimana ketentuan hukum yang lebih rendah lingkungan dan kekuatan berlakunya dibatasi oleh ketentuan hukum yang lebih tinggi. Di negara Indonesia jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebelumnya diatur dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 dan TAP MPR No. III?MPR?2000. Dewasa ini diatur dalam pasal 7 ayat 1 UU RI No. 10 tahun 2004 (tentang Pembentukan Perundang-undangan) sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf e tersebut meliputi:
1. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama gubernur;
2. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;
3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya (badan perwakilan nagari) bersama dengan kepala desa atau nama lainnya (wali nagari).
Ajaran tentang tata urutan peraturan perundang-undangan mengandung beberapa prinsip. Bagir Manan (2004:133) menyebutkan prinsip tersebut sebagai berikut :
1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau berada di bawahnya.
2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut atau diganti atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling tidak yang sederajat.
5. Peraturan-peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama, maka peraturan yang terbaru harus diberlakukan.
Implikasi tata urutan peraturan perundang-undangan di atas adalah bahwa setiap peraturan yang dibuat oleh setiap organisasi (termasuk Perguruan Tinggi) harus mempedomani prinsip di atas. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi dan peraturan yang lebih rendah tersebut adalah menjabarkan aturan/ketentuan yang lebih tinggi. Contoh aturan hukum yang dikeluarkan oleh Dekan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang dikeluarkan oleh Rektor atau Menteri. Begitu juga aturan hukum yang dibuat oleh lembaga kemahasiswaan tidak boleh bertentangan dan harus sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Rektor atau aturan yang lebih tinggi.
Disamping itu untuk mentaati peraturan hukum itu sangat diperlukan adanya kesadaran hukum. Kesadaran hukum akan terwujud bila semua kita mempunyai komitmen yang tinggi untuk melaksanakan ketentuan hukum yang telah ditetapkan dan bila hal ini terjadi terciptalah masyarakat yang aman, tertib dan sejahtera. Kesadaran hukum itu sebetulnya adalah suatu kesadaran yang ada di dalam kehidupan manusia untuk selalu patuh dan taat pada hukum. Dalam simposium kesadaran hukum masyarakat (1975) yang dilaksanakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ditegaskan bahwa kesadaran hukum itu antara lain meliputi (a) pengetahuan tentang hukum, (b) penghayatan terhadap hukum dan (c) ketaatan terhadap hukum. Ada suatu asumsi yang mengatakan bahwa semakin tinggi taraf kesadaran hukum seseorang akan semakin tinggi pula ketaatan dan kepatuhannya terhadap hukum. Dan sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum seseorang maka semakin kurang pula ketaatan dan kepatuhannya terhadap hukum.


Kesadaran hukum itu berpangkal pada adanya suatu pengetahuan tentang hukum yang mengatur hidup dan kehidupan. Dari pengetahuan tersebut akan lahir suatu pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, hal ini kemudian akan menimbulkan sikap penghayatan terhadap hukum tersebut. Apabila sikap ini sudah terwujud dengan sendirinya ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum akan terwujud pula. Kesadaran hukum masyarakat (termasuk masyarakat kampus) senantiasa berkembang, oleh sebab itu wajarlah bila senantiasa diperlukan pembinaan dan peningkatan kesadaran hukum melalui berbagai kesempatan dan kegiatan seperti dalam Pengenalan Kehidupan Kampus bagi mahasiswa baru. Penegakan hukum (law enforcement) sangat ditentukan oleh kesadaran hukum yang tinggi dari masyarakat, penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) dan terciptanya hukum yang baik. Ketiga komponen penegakan hukum itu harus bersinergi dan ditopang oleh faktor ketauladanan dari setiap pemimpin.
Kesalahan kita selama ini lebih banyak disebabkan oleh rendahnya tingkat kesadaran hukum tersebut. Kita tahu adanya aturan, tetapi kita tidak mentaatinya. Oleh karena itu marilah kita mulai dari diri kita sendiri, kemudian lingkungan kita, keluarga, sampai kepada masyarakat yang lebih luas untuk mentaati peraturan-peraturan hukum tersebut.

3. Hak Asasi Manusia
Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999, dijelaskan pengertian hak asasi manusia (HAM) seperti dalam pasal 1 ayat (1), hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Di samping hak asasi, dalam pasal 67 ditegaskan pula tentang kewajiban dasar manusia yaitu setiap orang yang ada di wilayah negara RI wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.
Di dalam perundang-undangan negara Indonesia semua jenis hak-hak asasi yang harus dilindungi termuat dalam

berbagai dokumen dan dokumen tersebut hanya dibedakan oleh jenis perundang-undangannya. Ketentuan tentang perlindungan hak-hak asasi termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang No.39 tahun l999 tentang HAM dan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak-hak sipil dan politik itu jelas termuat dalam peraturan perundang-undangan negara RI seperti:
a. Pembukaan UUD 1945 pada semua alineanya mengandung jaminan hak asasi manusia seperti alinea pertama berkenaan dengan martabat manusia dan keadilan; alinea kedua hak asasi bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya; alinea ketiga hak asasi bidang sosial budaya dan politik; dan alinea ke empat hak asasi bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam (H.A.W. Widjaja, 2000 : 66).
b. Undang Undang Dasar 1945.
Batang tubuh atau isi UUD 1945 sebelum dilakukan perubahan (amandemen) mengatur hak asasi manusia dalam 7 pasal antara lain adalah pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34. Namun setelah UUK 1945 dilakukan perubahan (amandemen) maka ada bagian khusus tentang hak asasi manusia yaitu pada BAB XA dengan rincian sebagai berikut:
Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28 C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28 D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28 E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya
(3) Setiap orang berhak atas kebebasab berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28 G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atas perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggl, dan mendapatkan lingkungan hidup


yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban
(4) Perlindungan, kemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28 J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang dijalankan


Dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan. Pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM harus diikuti dengan pemenuhan terhadap kewajiban asasi manusia dan tanggung jawab asasi manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, bernegara.
c. Ketetapan MPR No. XVII\MPR\1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ketetapan MPR tersebut terdiri dari 10 bab dan meliputi 44 pasal.
d. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang merupakan tindak lanjut dari Tap. MPR No XVII/MPR/1998
e. Peraturan perundang-undangan lainnya yang melindungi Hak Asasi Manusia. Misalnya KUHP, KUHAP dan sebagainya.
4. Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia
Perlindungan terhadap hak asasi di Indonesia mengalami pasang naik dan pasang surut atau maju dan mundur. Maju mundurnya itu ditentukan oleh kesadaran bangsa Indonesia. Pada awal kemerdekaan ataupun pada saat ini dalam masyarakat pedesaan pelanggaran HAM tidak banyak terjadi disebabkan karena kesadaran akan nilai-nilai sosial budaya masih tinggi. Dalam masyarakat yang penuh dengan kekeluargaan dimana rasa tenggang rasa dan kebersamaan masih tinggi, social control masih jalan, agama menjadi pegangan hidup, maka pelanggaran HAM tidak akan terjadi. Munculnya pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia sebenarnya berakar dari dua hal; pertama menurunnya pengamalan nilai-nilai sosial budaya (Pancasila) dalam masyarakat, kedua sistem politik Indonesia yang tidak demokratis. Penurunan pengamalan nilai-nilai budaya/ nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat sejalan dengan masuknya nilai-nilai budaya asing yang berakar dari individualisme dan liberalisme.


Dalam masyarakat yang berasaskan kekeluargaan dan demokratis hak-hak asasi manusia sudah terlindungi. Hak asasi manusia akan terancam bila terdapat kebebasan yang berlebihan dan tidak seimbang dengan kewajiban. Bung Karno berpendapat bahwa pemikiran tentang hak asasi manusia merupakan sumber individualisme dan liberalisme karena sangat menekankan kepada kebebasan manusia sebagai individu (H.A.W. Widjaja, 2000: 89).
Pengamalan terhadap nilai-nilai sosial budaya atau Pancasila oleh penyelenggara negara dan masyarakat Indonesia sebenarnya sudah memberikan jaminan terhadap hak asasi manusia. Masalahnya sekarang adalah pengamalan nilai-nilai sosial budaya atau Pancasila itu yang jauh dari harapan. Untuk itu sudah waktunya nilai-nilai sosial budaya atau Pancasila tadi dituangkan kedalam norma-norma yuridis yang mempunyai sanksi yang jelas dan tegas. Keberadaan bab dan pasal-pasal tentang HAM dalam UUD 1945, Ketetapan MPR tentang HAM, undang-undang yang berkenaan dengan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia sudah merupakan langkah positif untuk itu.
Pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia selama ini, dan sulitnya melakukan penyelesaian disebabkan karena kurangnya peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan dan petunjuk dalam penyelesaiannya. Semenjak reformasi telah ada peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan dan petunjuk dalam penyelesaian masalah yang sehubungan dengan HAM diantaranya adalah Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; dan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Dalam penyampaian pendapat diatur dalam pasal 9 (1) UU No. 9 Tahun 1998 mengatakan bentuk penyampai-an pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan bentuk:
a. unjuk rasa atau demontrasi;
b. pawai;
c. rapat umum; dan atau
d. mimbar bebas.
Penyampaian pendapat di muka umum tersebut wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri oleh yang bersangkutan, pimpinan atau penanggung jawab kelompok,

selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai (pasal 10 UU No. 9 Tahun 1998). Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum setiap warga negara harus memperhatikan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998 beserta penjelasannya, diantaranya:
a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, maksudnya adalah ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasab orang lain untuk hidup aman, tertib, dan damai;
b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, maksudnya adalah mengindahkan norma, agama, kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan masyarakat;
c. mentaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, maksudnya adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang maupun kesehatan;
e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, maksudnya adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan dalam masyarakat.

Pembentukan lembaga yang mengurus persoalan HAM dan pelanggarannya juga merupakan upaya yang memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Lembaga-lembaga tersebut diantaranya KOMNAS HAM, pusat-pusat/Lembaga Kajian HAM yang terbentuk di berbagai daerah, LSM dan sebagainya. Lembaga-lembaga ini di samping berupaya mensosialisasikan peraturan-peraturan tentang HAM juga menerima pengaduan-pengaduan pelanggaran HAM dan meneruskan kepada lembaga yang berwenang untuk memprosesnya. Upaya yang dilakukan selama ini terkendala oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya perangkat hukum, kurangnya bukti-bukti yang lengkap dan keterbatasan penegak hukum. Oleh karenanya bila telah terjadi pelanggaran hak asasi maka secepatnyalah hal ini dilaporkan kepada yang berwenang.
Upaya yang sangat menentukan perlindungan terhadap pelanggaran HAM adalah melalui peradilan. Peradilan yang kuat akan memberikan perlindungan yang baik terhadap HAM dan


berdampak positif terhadap tindakan-tindakan yang menjurus kepada pelanggaran HAM. Untuk mendukung itu sekarang sudah ada undang-undang tentang pengadilan hak asasi manusia yaitu Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Undang-undang itu menetapkan disetiap daerah kabupaten atau kotamadya ada pengadilan HAM. Pelaksanaan peradilan HAM juga perlu dukungan penyidik yang berusaha untuk mencari bukti-bukti yang kuat tentang pelanggaran HAM tersebut. Bantuan kita bersama dalam memberikan data (bukti) adalah langkah baik untuk tegaknya HAM di negara Indonesia.
Lembaga-lembaga pendidikan juga berperan dalam memberikan perlindungan terhadap HAM. Lembaga-lembaga pendidikan terutama lembaga pendidikan formal memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada pelajar, siswa atau mahasiswa tentang hak asasi manusia, prosedur yang harus ditempuh bila mengetahui adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kepedulian terhadap hak asasi sudah berarti menekan peluang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Perlindungan terhadap hak asasi juga ditentukan oleh sistem politik yang dianut oleh suatu negara. Sistem politik yang demokratislah yang memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama hak-hak sipil dan politik. Sebab hak-hak sipil dan politik tergolong kepada hak-hak negatif. Artinya, hak-hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara dibatasi atau terlihat minus (Ifdhal Kasim, 2001: xi). Tetapi apabila negara berperan intervensionis seperti yang terdapat pada negara-negara yang otoriter pelanggaran terhadap hak-hak sipil dan politik akan terjadi. Pengalaman negara Indonesia dengan menpraktekan sestem politik yang tidak demokratis seperti pada zaman Orde Lama dan Orde Baru jelas memperlihatkan pelanggaran terhadap hak-hak sipil dan politik. Contoh konkrit dapat dikemukakan diantaranya: pembubaran DPR hasil pemilu 1955 oleh presiden Soekarno tahun 1960, penolakan permohonan untuk mendirikan partai politik, pembekuan partai politik, pembrendelan majalah dan koran, peristiwa Tanjung Priuk, Peristiwa Dili, Aceh dsb.
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia sebetulnya karena terjadinya pengabaian terhadap kawajiban asasi. Sebab antara hak dan kawajiban merupakan dua hal yang tak


terpisahkan. Bila ada hak pasti ada kewajiban, yang satu mencerminkan yang lain. Bila seseorang atau aparat negara melakukan pelanggaran HAM, sebenarnya dia telah melalaikan kewajibanya yang asasi. Sebaliknya bila seseorang/kelompok orang atau aparat negara melaksanakan kewajibanya maka berarti dia telah memberikan jaminan terhadap hak asasi manusia. Sebagai contoh di negara kita sudah punya UU No.9 tahun 1998 berkenaan dengan hak untuk menyampaikan aspirasi secara lisan dan tertulis. Disatu sisi undang-undang tersebut merupakan hak dari seseorang warga negara, namun dalam penggunaan hak tersebut terselip kewajiban yang perlu diperhatikan. Artinya seseorang atau kelompok yang ingin berunjuk rasa dalam undang-undang tersebut harus memberi tahu kepada pihak keamanan (Polisi) paling kurang 3 hari sebelum hak itu digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk menghormati hak orang lain seperti tidak mengganggu kepentingan orang banyak, mentaati etika dan moral sesuai dengan budaya bangsa kita. Contoh lain, dalam lingkungan kampus dapat saja terjadi mahasiswa yang melakukan kegiatan seperti diskusi yang bebas mengemukakan pendapat tetapi mereka dituntut pula menghormati hak-hak orang lain agar tidak terganggu. Begitu pula kebebasan untuk mengembangkan kreativitas, minat dan kegemaran (olah raga, kesenian, dll) tetapi hendaklah diupayakan agar kegiatan tersebut tidak mengganggu kegiatan lain yang dilakukan oleh mahasiswa atau warga kampus lainnya yang juga merupakan haknya. Banyak contoh lain dalam lingkungan kita baik di kampus maupun di dalam masyarakat yang menuntut adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Untuk itu marilah kita laksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban kita dan itu termuat dalam berbagai aturan/norma yang ada dalam negara dan masyarakat.

C. KESIMPULAN DAN SARAN
1 Demokrasi bukanlah kebebasan tanpa batas, tetapi dinamika demokrasi harus berada dalam bingkai nilai-nilai dan aturan hukum. Oleh karenanya bila kita ingin mewujudkan kehidupan demokrasi peganglah nilai-nilai budaya kita dan taatilah aturan hukum yang ada.
2. Setiap manusia dimanapun berada senantiasa terikat oleh aturan atau norma kehidupan. Sebelum kemerdekaan, para pendiri negara (the founding fathers) Indonesia ternyata sudah memikirkan konsep bagi negara hukum yang kemudian dirumuskan dengan tegas dalam konstitusi. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan “Negara Indonesia adalah negara hukum“. Oleh karenanya dalam negara Indonesia yangb berdasar atas hukum (rechtsstaat ; the rule of law) setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum. Mahasiswa sebagai bagian intergral dari masyarakat dan warga kampus sepantasnya menjadi pelopor dalam penegakan hukum, taat dan sadar hukum.
3. Perlindungan hak-hak asasi manusia selain deberikan oleh nilai-nilai Pancasila juga dituangkan kedalam norma-norma hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan diantaranya : Pembukaan UUD 1945, Ketetapan MPR No.XVII/MPR/ 1998, UU No.39 tahun 1998 tentang HAM, UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, UU No.9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, KUHP serta KUHAP. Sekarang marilah kita laksanakan aturan-aturan tersebut dan nilai-nilai yang termiat didalamnya.
4. Upaya perlindungan yang dilakukan terhadap HAM adalah dengan membentuk lembaga-lembaga seperti KOMNAS HAM, Lembaga/pusat kajian HAM di setiap daerah, Pengadilan HAM disetiap Kabupaten, selain memproses pelangaran-pelangaran yang selama ini terjadi juga melakukan pengkajian terhadap HAM dan sosialisasi aturan-aturan tentang HAM. Lembaga pendidikan baik formal ataupun non formal juga berperan dalam menanamkan kesadaran akan pentingnya perlindungan dan pelaksanaan hak dan kewajiban yang asasi. Marilah kita dukung upaya yang telah menjadi kebijakan negara kita.
D. METODA
Materi disajikan dengan metode ceramah, tanya jawab dan diskusi.
E. TINGKAT PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan dilakukan di tingkat fakultas menurut gugus yang telah ditetapkan.

TENTANG AKU

Foto saya
KUNINGAN, JAWABARAT, Indonesia
aku ingin menjadi pemimpin yang bijaksana dan disegani oleh org lain.. bukan ditakuti... sama murid-murid aku di panggil guru killer.. tapi murid-muridku kalo cerita mslah apapun ma aku... aku ingin seperti pa sopyan( guru bhs inggris).. ku wktu SMA.. bijaksana dan disegani.. aku sedang berusaha menguasai psikologi perkembangan anak.. dan profesi keguruan yang sepenuhnya.. mudah-mudahan berguna bagi diriku,murid2ku.. dan insyaallah untuk calon anak-anakku dan calon istriku kelak... amien...

MY FAVORIT BLOG